Dugaan Mar’up atau korupsi di proyek pembangunan sumur bor dan Ketahanan Pangan yang bersumber dari APBN (Dana Desa) TA 2023 di desa Sukananti Baru Kecamatan Rantau Alai Kabupaten Ogan Ilir mulai tercium.
Pasalnya, realisasi di lapangan dan anggaran yang tertera di prasasti jelas jauh berbeda dan dinilai tidak sesuai oleh warganya.
Menurut pengakuan Kosim, warga setempat sekaligus TPK proyek pembangunan sumur bor di 12 titik lokasi di dusun 1 RT 01 dan RT 02 Sukananti Baru mengatakan kepada awak media ini bahwa dirinya sangat terkejut usai melihat besaran jumlah anggaran yang tertulis di prasasti tersebut.
Sementara itu, untuk nilai jasa yang diterimanya hanya sebesar sepuluh juta rupiah (Rp 10.000.000,00). Dan di dalam biaya itupun sudah terhitung dengan upah pengeboran berikut pengadaan mesin air dan pipanya. Semuanya itu dari saya dan mereka pihak pemdes maupun warga penerima manfaat sudah menerima jadi (bersih).
“Ada 12 titik keseluruhannya. Dan pengerjaannya itu dilakukan secara bertahap. Tahap pertama itu ada 3 titik dikerjakan bulan Agustus 2023, tahap dua 5 titik di bulan Oktober dan tahap ketiga itu 4 titik di bulan Desember 2023 tadi. Dan yang terakhir ini baru saja selesainya sekitar 2 mingguan yang lewat”, kata Kosim didampingi istrinya di rumahnya, Rabu (4/1/2024).
Diakui Kosim, seusai dipasang prasasti inilah dirinya baru mengetahui bahwa proyek sumur bor yang digarapnya ini bernilai lumayan besar yakni mencapai Rp 19.253.333,00 per unitnya. Sedangkan yang dia dapatkan hanya Rp 10.000.000,00 per unitnya yang dalam pengerjaannya dibantu 3 rekan lainnya dan biaya pembelian mesin airnya.
“Jadi, di dalam biaya 10 juta itu pak, mereka terima bersih siap pakai, di situ sudah termasuk biaya pengeboran sumur hingga airnya keluar dan dilengkapi mesin air plus pipanya secara keseluruhan. Yang bikin saya kaget itu, ternyata biaya yang dianggarkan itu tidaklah minim. Anggaran yang tertulis di prasasti itu lumayan besar loh pak, Rp 19 juta rupiah. Nah di sini sudah mulai kelihatan, yang selebihnya itu kemana?”, ujarnya heran.
Selain dugaan korupsi di proyek sumur bor, oknum Kades Sukananti Baru Sahbani ini disinyalir warganya juga telah menyelewengkan DD tahun 2023 melalui program ketahanan pangan dan hewani.
Menurut warga tersebut, di program itu Sahbani hanya menyalurkan bantuan berupa dua ekor ayam kampung saja per KK. Untuk jumlah KK kami tidak tahu tapi kalau untuk mata pilih di desa ini kurang lebih ada 800an orang,” pungkasnya.
Sementara, sang Kades saat di konfirmasi dihubungi via wanya belum ada jawaban.
Terpisah, Boni Balitong LSM MAKKI saat dimintai tanggapannya terkait temuan ini dengan tegas mengatakan kalau melihat kasus ini dirasa sudah tercium aroma korupsinya.
Kenapa disebut demikian, pertama di proyek pembuatan sumur bor dari Dana Desa itu sudah jelas ada mark’up atau dikorupsi. Tentu hal ini patut dicurigai ada penggelembungan dana di dalamnya karena jelas di prasasti tertera Rp 19 jutaan, namun realisasinya di lapangan itu hanya Rp 10 juta. Itu artinya sisanya Rp 9 jutaan di selewengkan.
Lanjut di point kedua, terkait program ketahanan pangan dan hewani juga patut dicurigai sarat akan korupsi. Berdasarkan Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 8 Tahun 2022 perihal Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2023, salah satu prioritas penggunaan Dana Desa adalah untuk ketahanan pangan dengan besaran minimal 20 persen dari total pagu yang diterima Dana Desa.
Dari dasar informasi yang kami dapatkan, untuk DD Desa Sukananti Baru Kecamatan Rantau Alai ini berkisar Rp 700jutaan pertahun, artinya kalau dipotong 20% anggaran program ketahanan pangan dan hewani kurang lebih Rp 140jutaan pertahunnya. jadi jikalau menurut keterangan mengatakan warga desa tersebut untuk mata pilihnya ada 800 orang kurang lebih itu artinya bila dirincikan atau kalkulasikan kurang lebih jumlah KKnya ada 600an.
Kalau anggaran ketahanan pangan dan hewaninya hanya diberikan 2 ekor ayam kampung ukuran usia sedang saja, paling tidak untuk harga dua (2) ayam tersebut hanya 50ribuan kurang lebih. Kalau jumlah KK sebanyak 600an KK yang kurang lebih tersebut artinya kalau kalkulasikan 50×600=30 juta saja artinya sang kades sudah mark’up anggaran atau korupsi sekitar 100jutaan untuk program ini.
Terkait hal ini kami berharap semoga pihak APH maupun pihak terkait lainnya agar segera menyelidiki dan memanggil kepala desa ini.
“Dan apabila hal tersebut nantinya terbukti benar ada penyelewengan, maka dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya itu dengan mengembalikan kerugian negara yang ditimbulkannya serta ditindak tegas sesuai aturan hukum yang berlaku”, tutupnya.#TIM