Bengkulu, Sidak Post – Kota Bengkulu pada tahun 2018 ini melakukan perhelatan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota yang di ikuti empat Pasangan Calon yang salah satunya maju dari jalur independent.
Dalam Menghadapi Pilwakot Bengkulu ini sudah sempat terdengar isu pecah kongsi yang menerpa pasangan calon tersebut, bahkan di level Provinsi sudah beberapa kali pergantian Gubernur sejak Pilkada lansung selalu berhembus isu ketidak harmonisan Kepala Daerah di tengah-tengah masyarakat, bahkan terjadi beberapa gerakan baik yang terang-terangan mupun senyap yang mengakhiri jabatan Kepala Daerah.
Pemilihan Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah yang dipilih secara paket sering menimbulkan konflik sampai dengan “pecah kongsi” di antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. seperti yang baru saja terjadi dan menjadi viral di media darling yaitu peristiwa video pertengkaran antara Bupati Tolitoli Mohammad Saleh Bantilan dan Wakilnya, Abdul Rahman H Buding, viral di media sosial.
Perpecaahan yang terjadi antara kepala daerah dan wakil terjadi karena banyak faktor namun yang dominan yaitu miskomunikasi dan arogansi pribadi yang menimbulkan konflik sampai dengan pecah kongsi, bahkan tidak jarang ketidak harmonisan hubungan tersebut sudah terjadi sejak setelah ditetapkan KPU sebagai calonan kepala daerah
Kementerian Dalam Negeri pernah merilis data, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah hasil Pilkada langsung dari tahun 2005 hingga 2013 sebesar 94,6 persen pecah kongsi. Demikian pula, data dari LIPI menyajikan hampir 95 persen pasangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah pecah kongsi atau konflik.
Hubungan yang baik dan kemesraan antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ada yang hanya berlangsung dan bertahan dalam hitungan satu-dua tahun saja, malahan ada yang bertahan dalam hitungan beberapa bulan saja, bahkan ada yang sudah pecah sejak hari pertama dilantik berikutnya kemesraan itu pun berlalu, Padahal, hubungan baik dan kemesraan antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sangat terlihat pada saat pelantikan dan pengambilan sumpah sampai dengan malam syukuran pasangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Selain faktor utama miskomunikasi dan arogansi pribadi perpecahan Kepala Daerah dan Wakil disebabkan oleh:
1) Karena adanya koalisi yang dibangun hanya atas dasar memperkuat dukungan politik semata pada saat pilkada (pemlihan kepala daerah). Koalisi tidak dibangun atas dasar yang menjadi tujuan utama yaitu stabilitas pemerintahan, akibatnya stabilitas pemerintahan tidak bertahan lama.
2) Selama ini koalisi yang terbangun dilakukan oleh gabungan dua parpol atau lebih, besarnya Cost yang dikeluarkan untuk mendapatkan perahu parpol berakibat terjadi gesekan kepentingan sehingga menimbulkan perpecahan.
3) Tidak adanya ketegasan soal pembagian kewenangan antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam UU tentang Pemerintahan Daerah sehingga keduanya saling menyerobot kewenangan.
4) Terlalu dominannya Kepala Daerah dalam pengambilan keputusan, di sisi lain tidak adanya kesadaran dari Wakil Kepala Daerah tentang posisinya. Keduanya merasa sama-sama berjuang pada saat pilkada, sehingga menimbulkan keinginan menyamaratakan pembagian “kue” terlebih pada pembagian proyek-proyek, atau sederajat dalam pengambilan keputusan terlebih pada penempatan pejabat pada eselonisasi, dan pindah tugas PNS pendukung masing-masing.
5) Sangat kuat image, bahwa menjadi Kepala Daerah adalah semata sebagai sarana mempopulerkan diri. Ketika populer, sang Wakil Kepala Daerah tak segan-segan menantang Kepala Daerahnya pada pilkada berikutnya.
Terjadi rivalitas antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, yang dirugikan oleh aksi rivalitas tersebut adalah masyarakat.
Pertama, Kepala Daerah dan Wakilnya sebagian waktunya terserap oleh aksi rivalitas yang tentu akan menyerap energi dan waktu yang semestinya dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Dampaknya pemerintahan tidak berjalan dengan baik dan tidak menghasilkan produk kerja yang optimal.
Kedua, aksi rivalitas itu terkadang juga membutuhkan biaya yang cukup tinggi (high cost) dan dana yang tesedot untuk itu berasal dari APBD, selain itu pembangunan menjadi terganggu sebab berakibat minimnya serapan anggaran.
Ketiga, terjadinya blok-blokan di jajaran pimpinan dan staf pada SKPD dan kondisi itu mengganggu jalannya roda pemerintahan daerah.
Keempat, saling jegal dan saling buka kartu antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang mengakibatkan munculnya situasi yang tidak kondusif di masyarakat dan pemerintahan. Sampai-sampai antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah saling melaporkan kasus-kasus penyimpangan masing-masing ke pihak Kepolisian, Kejaksaan sampai dengan ke KPK.
Terjadinya konflik atau pecah kongsi antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, terdengar dari orang-orang dekat Kepala Daerah maupun Wakil Kepala Daerah. Di rumah kopi itulah tempatnya ……. ingin mendengar hubungan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Di kalangan pejabat dan PNS, merekalah yang tahu dan merasakan hubungan panas-dingin Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Akan tetapi hubungan panas-dingin Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, ada yang terang terangan dipertontonkan di depan Publik, namun yang kebanyakan terjadi diam tenang tetapi menjatuhkan, tak jarang terkadang wakil Kepala daerah melakukan Konspirasi jahat untukmenjatuhkan Kepala Daerah dengan memanfaatkan pihak ketika sebagai alat seperti LSM, Ormas bahkan oknum nakal penegak hukum, selain itu ada juga yang melakukan tindakan irasional dengan menyewa Dukun atau preman untuk meenghabisi sang Kepala Daerah.
Sebagai masyarakat kita mengharapkan siapapun yang terpilih menjadi walikota Bengkulu 2018 nanti untuk dapat menjaga hubungan yang baik sampai akhir periode masa jabatan, sehingga tidak sampai terjadi pecah kongsi yang merugikan Masyarakat Bengkulu.